"Maaf Yang Tak Pernah Termaafkan"
Oleh: Yuni Ferawati
“Kamu memang nggak pantas jadi ayahnya Razi, kamu ada atau nggak ada… sama saja!”
Kata-kata pamungkas itulah yang aku ucapkan ketika Eky (suamiku) lagi-lagi berbuat kesalahan yang sama. Entahlah kali itu aku benar-benar sudah jenuh dengan kesalahannya yang itu-itu saja. Dan seperti biasa, Eky pun pergi meninggalkan kami dan aku tak peduli.
Satu minggu... dua minggu... tiga minggu berlalu, tak juga kudengar kabar darinya. Hatiku gelisah, perasaanku gundah. Ini tidak seperti biasanya. Ini bukan kebiasaan Eky.
Penantianku pun mendapat jawaban. Orang tuaku memanggilku dan mengatakan bahwa mereka telah melakukan rapat dengan orangtua Eky, dan keputusannya adalah: kami harus berpisah.
Saat itu aku hanya bisa diam, diam, dan akhirnya menangis. Meskipun rumah tangga kami sering diwarnai dengan pertengkaran, tapi aku tidak mau berpisah dengan Eky. Paling tidak untuk saat itu.
Ketika ibuku menanyakan: mengapa? Aku cuma bisa menjawab: aku mau tunggu sampai Eky mati! Entah mengapa kata itu yang keluar dari mulutku. Aku tidak bisa berpikir jernih, aku cuma mau mereka tahu bahwa cinta kami cukup kuat dan mampu menghalau rintangan yang ada.
Dua bulan setelah kejadian itu, aku mulai merasakan hal yang tidak biasa. Eky selalu hadir dalam mimpiku. Razi, yang saat itu baru berumur belum genap 2 tahun, mulai sering menanyakan ayahnya, padahal biasanya Razi tak pernah bertanya-tanya tentang Eky. Mungkin juga karena sekarang Razi mulai senang berceloteh, pikirku saat itu.
Mimpi-mimpi aneh tentang Eky terus menghampiriku. Tak hanya itu, aku pun mulai mengalami insomnia. Aku tak bisa memejamkan mata karena takut tidak dapat mendengar jika tiba-tiba Eky datang atau menelepon kami. Merasa mulai tidak nyaman dengan keadaan itu, aku lantas memberanikan diri mencari kabar Eky dengan bertanya kepada keluarganya, tapi hasilnya nihil. Mereka hanya mengatakan bahwa Eky ada di suatu tempat, mereka pun mengatakan bahwa Eky tidak akan kembali lagi ke Jakarta dan sudah merestui jika aku mau menggugat cerai dirinya. Aku sedih, aku kecewa dan murka. Aku marah pada keluarganya karena mereka tidak memikirkan perasaanku, atau paling tidak perasaan Razi. Kok, tega-teganya mereka berkata demikian.
Setelah bertukar pikiran dengan sahabatku, aku akhirnya memutuskan untk menyewa jasa pengacara demi mengurus perceraian kami. Aku mantap untuk meninggalkan Eky. Namun, meski sepertinya aku siap untuk berpisah dengan Eky, tak bisa kupungkiri bahwa aku masih mencintainya. Sangat.
Entah mengapa menjelang pembuatan
draft gugatanku, aku merasakan seluruh sendi-sendi dalam tubuhku lemas sekali. Pikiranku kosong. Aku gamang menjalani keputusan ini. Dan, yang paling aneh, aku merasakan kangen yang teramat sangat pada Eky. Tapi tak ada yang bisa kulakukan selain menikmati kerinduan ini sendiri. Harus kuakui, aku kalah. Tak berdaya dengan keadaan dan tak mampu menolak kata “pisah”.
Malam itu, aku bertahajud dan memasrahkan apa yang akan terjadi pada Sang Khalik. Doaku malam itu: “Ya Allah, jika memang perpisahan adalah jalan yang terbaik bagi rumah tangga kami, aku mohon dimudahkan dan dilancarkan, tapi ya Rabb, sungguh aku takut akan perpisahan.”
Pagi itu, seperti biasa aku berangkat ke kantor, tapi kali ini rasanya tanpa nyawa. Langkahku gontai, mungkin karena sore nanti aku akan bertemu dengan pengacaraku.
Menjelang istirahat makan siang, satu pesan singkat masuk ke hp-ku. Kulihat segera. Dari Riris, adik iparku. Pesannya singkat:
Nik, tolong hubungi aku segera, penting! Eky sudah nggak ada, Nik. Sudah pergi meninggalkan kita pagi tadi.
Lagi-lagi, aku hanya bisa diam, menangis, kemudian pingsan.
Mungkin inilah jawaban dari doaku malam tadi, mungkin juga inilah arti mimpi aneh tentangnya. “Jaga Razi ya,” ucap Eky dalam mimpiku semalam.
I miss him and only God knows how much.
Lagu “Lirih” yang dinyanyikan almarhum Chrisye benar-benar bisa menggambarkan apa yang yang kurasakan.
Kutahu semua tak mungkin kembali,
Kau telah pergi
Adakah kau mengerti, kasih
Rindu hati ini ingin memiliki lagi
Mungkinkah kau percaya, kasih?
Bahwa diri ini ingin memiliki lagi
…
* Naskah ini melalui proses edit minimal, tanpa mengurangi makna dan isi.